I sail the world through the words.

Pesan Terakhir di Mimbar Khutbah. Sebenarnya saya berat hati menulisnya. Walhasil, jadilah saya bergaul dengan orang-orang masjid. Salah satunya, tak perlulah saya sebut namanya. Adalah seorang pensiunan yang kebetulan juga memegang amanat ketua erwe. Dari beliau, saya menjadi anak muda yang belajar banyak. Apalagi saya sepantaran dengan anaknya, kuliah juga di kampus yang sama. Awalnya saya diminta membantu .

Silau oleh sinar lampu lalulintas. Tidak gembira, tidak sedih. Ma, aku melihatmu di setiap ujung jalan. Begitu penuh kamu mengisi buku alamat batinku. Apakah aku akan menelefon teman? Apakah aku akan makan udang gapit di restoran? Aku sebel terhadap cendikiawan yang menolak menjadi saksi. Masalah sosial dipoles gincu menjadi fizika.

KIta masing-masing sendiri untuk sementara waktu. Kesabaran adalah hal terbaik yang bisa kita pertahankan saat ini. KIta biarkan hidup kita berjalan sendiri-sendiri. Meski kita merasakan hal yang sama saat ini. Biarkan saja itu mengalir seperti hujan yang jatuh. Tetesan air mata menguras tenaga. Dan kesia-siaan lainnya tidak akan terbuang percuma.

Cahaya redup mengiringi lamunan ku. Ingin ku rengkuh senyapnya malam. Duhai cinta yang beralaskan duka. Sapalah diriku yang terbelenggu dalam kenangan semu. Tak semestinya aku ada di sisi mu. Aku tau kau bukan untuk ku. Ikhlas kan hati melepas rasa sendu. Tiada guna aku meratapi sebuah kesalahan mencintaimu. Dirimu begitu Indah untuk dilupakan.

Megatypers bisa ganti cara pembayaran.