Rasa-rasanya belakangan saya hanya menulis jika saya ingin menulis, dan saya. Menulis ketika terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan sistem perputaran di hidup saya. Namun jujur saya pun tidak ingin beberapa kisah yang saya tulis diketahui banyak orang, beberapa kali saya pengen. Atau nulis gamblang di blog. Atau saya hanya memandanginya saja dari kejauhan? Menertawakan pun tenggelam dalam keragu-raguan. Hmm, dasar tukang plin-plan.

Dalam hal daerah-kedaerahan, saya rasa semangat yang dimiliki warga Indonesia sangat lah tinggi. Semangat kedaerahan ini sebenarnya terasa ironi untuk saya, karena yang terjadi di daerah terkadang sangat berkebalikan. Entah sih, antara risih atau justru merasa beruntung, terkadang berasal dari daerah yang sama bisa menyelamatkan kita di situasi yang sulit. Tidak bisa tidak memang, menjadi orang yang bisa dipaham.

Ika nurhafni and jarody hestu nugroho. Sementaranya dunia ini denganmu sebagai makmumku. Selamanya akhirat itu denganmu sebagai calon bidadari surgaku. Seketika rintik hujan turun dari langit kepada tanah basah,. Saat kita saling bicara dalam diam. Di daratan mana akan kutempuh. Tak tahu apakah dayung terjatuh. Rumah yang biasa saja,.

Sekadar pengingat bahwa kita pernah memiliki hari hari bahagia. Rabu, 15 Juli 2015. Ada sebegitu banyak hal yang begitu penting untuk dicatat tapi mungkin karena terlalu banyak lantas justru terlupakan begitu saja. Misalnya tentang sindiran-sindiran yang sangat menohok buat saya. Kenapa ini penting untuk ditulis? Pinter, cantik, sugih, ning ora nduwe sosiale blas. Lha apa urip meh urip dhewe.